Selamat datang di Kiprah Nusantara News

Polisi tembak peserta kongres rakyat Papua

Sabtu, 22 Oktober 20110 komentar



Papua (KN)
Kepolisian Indonesia akhirnya membenarkan adanya 2 orang korban tewas tertembak dalam insiden pembubaran paksa Kongres Rakyat Papua di Abepura, Jayapura, Rabu kemarin. Kedua korban tewas tersebut adalah seorang mahasiswa bernama Daniel Kadepa, dan Max Yewon anggota satgas penjaga tanah papua.

Menurut kepala divisi humas Polri, irjen Polisi Anton Bachrul Alam, jenasah keduanya sedang diotopsi untuk memastikan penyebab kematian apakah karena tembakan aparat atau ada penyebab lain.
Angka korban tewas yang dirilis Polri ini berbeda dengan hasil temuan komnas HAM perwakilan Papua yang menyebut jumlah korban tewas akibat pembubaran paksa aparat gabungan TNI/Polri kemarin mencapai 6 orang.

Menurut Matias Murib, Wakil Ketua Perwakilan Komnas HAM Provinsi Papua, pihaknya juga menerima laporan 200 anggota kongres yang ditangkap mengaku disiksa petugas. Polri sendiri mengakui investigasi mengenai jumlah korban dalam insiden pembubaran paksa kongres rakyat papua ke-3 masih berlanjut sehingga tidak tertutup kemungkinan ada penambahan jumlah korban. Sementara itu polisi juga telah mentapkan 6 tokoh Kongres sebagai tersangka atas tuduhan makar. Dan 1 orang yakni ketua panitia kongres itu resmi dinyatakan DPO. Sementara ini kondisi kota Abepura terpantau kondusif pasca insiden ini, namun petugas gabungan Polri dan TNI masih terus disiagakan di lokasi kongres dan sejumlah objek vital lain di kota Jayapura.




 


 
 Kapolri Jendral Timur Pradopo

Sementara itu, seorang anggota senior LSM TAPOL yang berbasis di Inggris, Carmel Budiarjo mengatakan, peristiwa ini ironis sekali, karena pada saat masyarakat Papua bertemu untuk membicarakan hak-hak asasi mereka, Indonesia meresponnya dengan melanggar hak-hak tersebut dengan kekerasan. Ia menambahkan, diskriminasi dan kekerasan yang dialami warga Papua sehari-hari sudah cukup buruk, namun serangan terhadap sebuah kongres yang demokratik merupakan kebiadaban. Dikatakan, Undang-undang "Makar" yang membatasi hak kebebasan berpendapat dan berkumpul yang diterapkan di Papua, menekan para aktivis dan mengobarkan kebencian pada masyarakat asli Papua.


Menurut LSM Tapol, Rabu lalu, seorang anggota Kongres Amerika Serikat, Eni Faleomavaega mengungkapkan keprihatinannya atas penangkapan Forkorus Yaboisembut. Sementara itu koordinator Jaringan Aksi Nasional, sebuah LSM Amerika yang berkantor di Timor Timur, John M. Miller menyatakan, hak untuk berkumpul dan menyatakan pendapat tidak akan hilang begitu saja karena pemerintah tidak setuju.
Share this article :

Posting Komentar